Tag Archive | hobi

Sajak Cinta (Chapter 2)#ed. 3

*****

“Sya, Ke Gramedia yuk. Kakak mau nabung nih. Kantong lagi kering.” Aku mengajak Syesa yang sedang menjeplak di depan laptop sambil scrolling down beranda FB nya.

“Sip sip sip. Tapi habis isya kita pulang ya kak. Ada yang mau aku kerjain ntar malam.” Syesa langsung mengerti maksudku ke Gramedia, Minggu sore ini.

Ya, aku selalu mengusahakan untuk menyisihkan uang setiap bulan. Namun saat anggaran tabungan tak dapat disisihkan, pergi ke toko buku adalah solusinya. Membaca buku, apasaja. Membacanya dan mencatat poin-poin penting. Dan harga setiap buku itulah yang nantinya ku masukkan sebagai saldo tambahan di buku tabungan khususku. Untuk hari ini ada dua tujuanku ke Gramedia, pertama, memang untuk menabung namun yang kedua- yang merupakan tujuan utamaku hari ini- adalah untuk membuat suasana hati Syesa lebih baik. Dengan menghabiskan seharian ini di kamar, kurasa suasana hatinya tak akan jauh lebih baik. Semoga dengan berjalan sore ini akan dapat mengurangi pikirannya, aku ingin hembusan angin sore dapat menepis kesedihannya, aku ingin langit sore dapat mengukir sebuah kesyukuran di hatinya.

***

Lantunan Fur Elise Beethoven memenuhi ruangan, mengalun menenangkan, menyentuh hati, memberikan kenyamanan pada pengunjung toko buku besar ini. Aku menyusuri deretan buku-buku terbaru, sembarangan membaca sebuah buku yang sudah dibuka bungkusnya. “SURAT DARI QATAR”. Aku tergerak membacanya.

Ya, melakukan perjalanan jauh dari kampung halaman adalah cita-citaku semenjak kecil. Membiarkan kakiku menjejaki tanah-tanah yang berbeda, mempersilahkan mataku menangkap lanskap yang tak sama, menengadahkan wajah ke langit yang kupercayai pasti berbeda dengan langit kampungku, dan mengizinkan kulitku merabai cuaca yang beragam di negeri bermusim. Itu mimpi masa kecilku yang masih ku genggam erat sampai saat ini.

“Kak, ntar kalau mau pulang miscall ya, aku mau lihat-lihat ke sana” Syesa menunjuk ke dinding kaca yang mengarah ke jalanan, disana terdapat rak buku-buku sastra dan psikologi.

“Hummm” aku mengangguk sambil mengedipkan salah satu mata padanya sambil beranjak pergi mencari tempat untuk membaca.

Minggu malam seperti ini memang agak susah mencari tempat duduk yang kosong. Ya, hari Sabtu dan Minggu adalah hari toko buku ini banyak dikunjungi. Mungkin di dua hari itulah orang kantoran dapat meluangkan waktu mereka untuk anak-anak dan keluarga. Lihat saja, di basemen, lantai 1, dan lantai 2 toko buku ini dipenuhi oleh anak-anak, para Ibu-Ibu muda, dan bapak-bapak muda, sedangkan mahasiswa terlihat tidak begitu ramai.

Setelah beberapa menit berjalan-jalan mencari tempat duduk yang kosong, namun tidak juga kutemukan, akhirnya kuputuskan saja untuk menjeplak di salah satu sudut toko buku, dibawah rak-rak kamus-kamus. Aku mulai membaca buku itu sambil sesekali mengeluarkan catatan kecilku untuk menuliskan beberapa kutipan yang aku sukai. Tiba-tiba terdengar

“Selamat sore pengunjung toko buku Gramedia yang kami hormati, selamat menikmati bacaan anda. Demi kenyamanan kita bersama, kami mohonkan kepada pengunjung untuk tidak duduk di lorong rak-rak buku dan tidak menyalin isi buku bacaan anda disini. Terima Kasih”
Jleb, aku menelan ludah. Berkali-kali aku ke toko buku ini untuk menabung, namun baru kali ini suara di interkom itu terasa menegurku secara langsung. Bagaimana tidak, dua ultimatum yang disebutkannya adalah hal-hal yang sedang aku langgar. Ah. Aku melihat-lihat ke atas, mencari-cari dimana letak kamera CCTV di ruangan ini, tapi tidak kutemukan.

“Kena Lo Mi” Aku membathin sambil beranjak kikuk dari pojok kamus-kamus itu, melirik kaku malu-malu kepada karyawan toko buku yang sedang menyusun buku-buku di rak-raknya.
“Ah” aku beranjak cepat ke arah depan. Melanjutkan proses membacaku sambil berdiri.

Proses pencatatanku tetap harus aku lakukan. Aku mencari-cari akal. Cling. Sebuah ide nyampir di otakku. Ku keluarkan Hp hitam kecilku dan mulai berlagak sms an dengan menulis beberapa kutipan dari buku yang sedang kubaca.

“Kena Lo. Sejeli-jelinya CCTV memata-mataiku, Si Mia ini lebih lihai Bung.” Aku menyeringai dengan senyum kemenangan, jumawa melirik ke arah langit-langit toko buku itu sambil terus mengetikkan ‘sebuah sms, pengganti catatan’ di hape ku.